BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Untuk menjalankan bisnis suatu perusahaan sebaiknya memperhatikan benar tentang etika dalam berbisnis pada perusaaan tersebut. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial sesuai dengan fungsinya. Pelanggaran etika bisnis yang terjadi akibat manajemen dan karyawan cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintahaan masih cenderung lemah, banyak perusahaan yang melanggarnya.
Sebagai bagian dalam masyarakat, perusahaan tentunya wajib tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, hal tersebut membawa etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis baik etika antar sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat langsung maupun tidak langsung. Saat ini banyak pelanggaran etika bisnis yang trjadi, dan tentunya perlu adanya sanksi tegas mengenai pelanggaran etika bisnis yang terjadi, agar dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis dalam dunia usaha.
BAB II
Pembahasan
2.1 Contoh Kasus Pelanggaran Dalam Etika Bisnis
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang”. seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013. Pihak Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.
Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun akrena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang. Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.
Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Dan dengan dipailitkan maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.
2.2 Analisis Kasus
Batavia Air tidak melakukan pembayaran terhadap gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012, dengan itu maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun krena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.
Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.
Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.
Adapun undang-undang yang dilanggar, yaitu:
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan
Pasal 4
hak konsumen
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
Pasal 7
kewajiban pelaku usaha
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.
Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”.
Pasal 19
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”.
Pada sisi Faktor Physical juga apakah Qualitas atau mutu Batavia Air sudah termasuk dalam standar maskapai penerbangan Haji. Sedangkan dalam faktor Competition banyak terdapat pesaing pesaing lain atau maskapai lain yang lebih tinggi menawarkan tender, sehingga batavia mengalami kalah tender.
Dalam faktor Financial, dan Ekonomic juga permasalahan tersebut saya pikir pihak manajemen Batavia terlalu terburu buru dalam menentukan sewa pesawat kepada (ILFC). Lalu yang paling terpenting adalah Faktor Moral, dari sisi konsumen atau penumpang yang sudah memesan Tiket pesawat juga terlantar begitu saat hari berikutnya saat Batavia air di umumkan Pailit hal ini sangat merugikan calon penumpang, dan Batavia Air harus mempertnaggung jawab atas keterlantaran penumpang tersebut.
BAB III
Kesimpulan Dan Saran
3.1 Kesimpulan
Dari apa yang telah tertera maka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran tersebut karena kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, dalam pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan-perusahaan penerbangan lain yang ikut bersaing dalam tender pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya hanya akan menjadi beban bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan tender tersebut.
3.2 Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan bahwasanya agar perusahaan lebih mempertimbangkan lagi dari setiap keputusan yang akan diambil, tentunya dengan meliahat dari segala sisi sehingga tidak timbul pelanggaran-pelanggaran dan khususnya dalam etika berbisnis.
daftar pustaka: http://finside.wordpress.com/2013/02/08/salah-satu-perusahaan-yang-melanggar-etika-bisnis/ http://citrarestuanggari.blogspot.com/2013/10/pelanggaran-etika-bisnis.html